PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP PRILAKU PORNOGRAFI MELALUI MEDIA

Derry Angling Kesuma

Abstract


Abstrak
Sebagai makhluk sosial di tengah peradaban yang modern, maka kita akan selalu dihadapkan dengan masalah kejahatan, terkhusus kejahatan dengan menggunakan media sosial. Permasalahan pornografi menjadi pembicaraan dari dahulu hingga sekarang. Berbagai pro dan kontra muncul menyangkut apakah pornografi pantas untuk menjadi urusan negara ataukah merupakan wilayah privat dimana negara tidak perlu ikut campur mengurusi masalah pornografi. Pornografi menyangkut kepentingan masyarakat sehingga negara harus hati-hati menentukan kebijakan. Salah satu yang penting untuk menjadi masukan adalah menyangkut pornografi dalam kaitannya dengan perlindungan terhadap perempuan dan anak perempuan. Sanksi bagi Pembuat dan Penyebar Konten Pornografi dengan menggunakan media sosial telah diatur dalam hukum positif Indonesia, yaitu: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. UU Pornografi diliohat sebagai aturan yang bersifat khusus (lex specialis) dari UU ITE dan KUHP dalam kejahatan pornografi melalui internet. Pornografi merupakan salah satu bagian dari muatan yang melanggar kesusilaan yang disebut Pasal 27 ayat (1) UU ITE dan KUHP, tetapi tidak ada pertentangan dalam pengaturan kejahatan pornografi di internet, khususnya di antara UU Pornografi dan UU ITE. Sebaliknya, peraturan perundang-undangan yang ada akan saling melengkapi. Batasan atau pengertian pornografi diatur dalam UU Pornografi dan cara penyebarluasan pronografi di internet diatur dalam UU ITE.

Kata Kunci : Peradaban, Pronografi, Penegakan Hukum


Abstract
As social beings in the midst of modern civilization, we will always be faced with the problem of crime, especially crimes using social media. The problem of pornography has been the talk of the past until now. Various pros and cons emerged regarding whether pornography deserves to be a matter of the state or is it a private area where the state does not need to intervene in dealing with pornography issues. Pornography concerns the interests of society so that the state must carefully determine policies. One of the things that is important to be input is regarding pornography in relation to the protection of women and girls. Sanctions for creators and disseminators of pornographic content using social media are regulated in Indonesian positive law, namely: the Criminal Code; Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions as amended by Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions; and Law Number 44 of 2008 concerning Pornography. The Pornography Law is seen as a special rule (lex specialis) from the ITE Law and the Criminal Code in pornography crimes via the internet. Pornography is part of
the content that violates decency which is referred to as Article 27 paragraph (1) of the ITE Law and the Criminal Code, but there is no conflict in regulating pornography crimes on the internet, especially between the Pornography Law and the ITE Law. Instead, existing laws and regulations will complement each other. The definition or definition of pornography is regulated in the Pornography Law and the way pornography is distributed on the internet is regulated in the ITE Law.

Keywords: Human civilization, pornography, law enforcement

Keywords


Human civilization, pornography, law enforcement

Full Text:

PDF

References


DAFTAR PUSTAKA

Adler, Freda, 1995, Criminology The Shorter version, Mc. Graw-Hill Inc, New York.

Adjie, Oemar Seno, 1973, Mass Media dan Hukum, Erlangga, Jakarta

Armando, Ade, 2002, “Apakah Pornografi Mendasari Kekerasan”, Jurnal Perempuan No. 26 tahun 2002.

_____ , “Wanita sebagai Objek Seksual dalam Media : Komponen Penting dalam Pembentukan Kultur Single”, Ruang Publik Orde Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Arief, Barda Nawawi, 1996, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Astraatmadja, Atmakusumah dan Lukas Luwarso (ed.), 2001, Menegakkan etika Pers, Dewan Pers. Bungin,

Burhan, 2003, Pornomedia, Konstruksi Sosial Teknologi Telematika dan Perayaan Seks di Media Massa, Prenada Media, Jakarta.

Dharma, S. Satya dkk, 2003, Mal Praktek Pers Indonesia, Dari Somasi BJ Habibie ke Tuntutan Tommy Winata, Assosiasi Wartawan Muslim.

Tera, Magelang. Hamzah, Andi, 1987, Pornografi dalam Hukum Pidana : Suatu Studi Perbandingan, Bina Mulia, Jakarta

Harkrisnowo, Harkristuti 2000, “Hukum Pidana dan Perspektif Kekerasan Terhadap Perempuan”, dalam Pemahaman Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya, disunting Achie Sudiarti Luhulima, Jakarta, Kelom pok Kerja “Conven tion Watch” Pusat Kajian Wanita dan Jender UI.

Luhulima, Achie Sudiarti dan Kunthi Tri dewiyanti, 2000, “Pola Tingkah Laku Social Budaya Dan Kekerasan Terhadap Perempuan” dalam Pemahaman Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya, disunting oleh Achie Sudiarti Luhulima, Jakarta, Kelompok Kerja “Convention Watch” Pusat Kajian Wanita dan Jender UI.




DOI: http://dx.doi.org/10.46839/lljih.v5i1.810

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2018 Derry Angling Kesuma

Creative Commons License
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum  E-ISSN: 2621-9867 | P-ISSN: 2407-3849 is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. (CC BY-SA 4.0)

Jl. Animan Achyat (d/h Jln. Sukabangun 2) No. 1610 Kota Palembang Prov. Sumatera Selatan


Lexlibrum has been indexed by:

            

Tools: